Setiap perayaan Galungan & Kuningan penjor pasti berdiri tegak di depan rumah masyarakat Bali. Makna penjor Galungan ini sebenarnya adalah wujud bakti dan ungkapan terima kasih umat Hindu untuk kemakmuran yang telah diberikan oleh Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi).
Selain itu penjor juga memiliki makna bahwa sebagai umat manusia hendaknya selalu melihat kebawah atau melihat orang lain yang belum beruntung agar setidaknya bisa membantu mereka dengan dasar keikhlasan. Itulah kenapa bentuk penjor melengkung ke bawah.
Masyarakat Hindu mengenal dua jenis penjor yaitu penjor sakral dan penjor hiasan. Penjor sakral merupakan bagian dari upacara keagamaan seperti Galungan & Kuningan serta penjor hiasan adalah penjor yang dibuat dan dipasang khusus untuk acara-acara tertentu seperti lomba desa atau pesta budaya & kesenian.
Yang membedakan kedua jenis penjor itu adalah ada tidaknya sanggah atau pala bungkah atau pala gantung atau persembahan buah dan jajan yang menyertai pembuatannya.
Penjor untuk hari raya Galungan ditancapkan pada hari Selasa/Anggara wuku Dungulan yang bertepatan dengan hari penampahan Galungan yang bermakna tegaknya Dharma (kebaikan). Penempatannya pun tidak sembarangan biasanya di sebelah kanan pintu masuk pekarangan rumah atau bila pintu pekarangan menghadap utara maka penjor ditancapkan di bagian timur.
Penjor sakral saat Galungan dihiasi dengan janur/daun enau yang muda serta dedaunan lainnya (plawa). Perlengkapan penjor berupa pala bungkah (umbi-umbian seperti ketela rambat), pala gantung (kelapa, mentimun, pisang, nanas, dll), pala wija (jagung, padi, dll), jajan dan yang terpenting sanggah Ardha Candra dibuat dari bambu lengkap dengan sesajennya.
Pada bagian ujung penjor berisikan kain putih sebagai lambang kesucian. Pemasangan penjor Galungan adalah selama 1 bulan Bali (35 hari). Setelah hari Buda Kliwon Pegatuakan, barulah penjor ini dicabut.
Makna Penjor Galungan, karena sifatnya yang religius dan memiliki fungsi tertentu dalam upacara keagamaan maka pembuatan penjor sakral tidak boleh sembarangan dan sebisa mungkin dibuat sesuai dengan kelengkapannya sesuai sastra agama, sehingga tidak berkesan hanya menjadi hiasan saja saat perayaan Galungan.
Beberapa unsur pada penjor sakral memiliki simbol tertentu seperti:
# Kain putih pada penjor merupakan simbol kekuatan Hyang Iswara
# Bambu pada penjor merupakan simbol kekuatan Hyang Brahma
# Kelapa pada penjor merupakan simbol kekuatan Hyang Rudra
# Janur pada penjor merupakan simbol kekuatan Hyang Mahadewa
# Daun-daunan (plawa) pada penjor merupakan simbol kekuatan Hyang Sangkara
# Pala bungkah & pala gantung pada penjor merupakan simbol kekuatan Hyang Wisnu
# Tebu pada penjor merupakan simbol kekuatan Hyang Sambu
# Sanggah Ardha Candra pada penjor merupakan simbol kekuatan Hyang Siwa
# Upakara pada penjor merupakan simbol kekuatan Hyang Sadha Siwa dan Parama Siwa
Untuk upakara-nya sendiri terdiri dari banyak macam unsur yang digunakan sebagai simbol yang memiliki makna tinggi berhubungan dengan isi alam serta permohonan umat manusia kehadapan Tuhan supaya bisa mencapai keseimbangan dari segala aspek kehidupan seperti Tri Hita Karana, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan sesamanya.